Salam Perdamaian dalam Ketuhanan

Selamat melihat-lihat isi halaman ini sahabat..

Semoga anda menjadi orang yang dikaruniakan Tuhan akan kesehatan, kebaikan, dan ketenangan jiwa..


Kamis, 18 Maret 2010

Bapak dan Ibu, Baca Ini !


Hari Jumat, 18 Maret 2010 merupakan hari ke-4 saya di Kota Bandung. Kota yang menjadi saksi bisu kelahiran saya dari seorang Ibu yang begitu gigihnya menahan rasa sakit di dalam perutnya untuk mempertahankan sebuah jiwa, kota yang dengan segala gejala dan pergaulan sosialnya yang telah membentuk sebuah pola pikir yang tertanam di dalam benak saya sampai hari ini, dan kota yang dengan segala kisah di dalamnya telah menjadikan seorang anak manusia mampu bertahan dan merenungi kehidupan dalam kesendirian di kota perantauannnya.

Selepas Adzan magrib saya dengan seorang kawan, yang juga saat itu baru pulang dari kota perantauan, berangkat menuju pusat kota untuk bersilaturahim dengan kawan-kawan lama. Kawan-kawan yang telah menjadi tempat saling berbagi ketika SMA dulu. Hujan yang mengguyur kota bandung disertai dinginnya suhu saat itu membuat kami berinisiatif untuk membeli mie bakso yang dijual di warung depan. Dengan penuh kemantapan dan atas dasar kesadaran sendiri semua kawan saya mulai mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya dan membakarnya dengan korek api gas seharga seribuan. Tanpa mempedulikan kontrovesi haramnya rokok, mereka terus membuat kepulan-kepulan asap beracun melambung ke udara, sambil sesekali memakan bakso yang telah mereka pesan. Saya sendiri konsentrasi dengan bakso santapan saya dan mau tidak mau menikmati menjadi seorang perokok pasif.

Diakhir acara menyantap bakso bersama di salah satu sudut kota bandung tersebut, kami melanjutkan acara untuk berbagi cerita yang telah terpendam selama 3 bulan sejak terpisahnya kami ke tanah rantau masing-masing. Ada yang becerita mengenai kehidupannya di kampus, kehidupannya di tanah rantau, misteri, wanita dan seks. Di sela-sela kesibukan menjadi pendengar setia cerita kawan-kawan tersebut, saya meminjam handphone salah satu kawan saya dan mengeksplorasi file gambar di dalamnya. Ada sesuatu yang mengejutkan bagi saya di sana. Ternyata saya mendapati kawan saya tersebut, bersama 2 orang kerabat kuliahnya berfoto bersama dengan seorang wanita cantik berpakaian sexy di sebuah tempat karaoke di daerah Braga dengan beberapa botol minuman keras di meja.

Tanpa bermaksud mencampuri urusan pribadi kawan saya tersebut, saya memberanikan diri untuk bertanya asal-usul foto tersebut. Setelah melakukan sedikit wawancara, ternyata wanita yang berada di foto tersebut adalah seorang Pekerja Seks Komersial di sebuah tempat karaokean plus plus di kota Bandung. Wanita tersebut berumur sekitar 25 tahun dan kawan-kawan saya barulah berumur 19 tahunan. Sungguh hal yang bertentangan, seharusnya yang lebih tua menjadi contoh bagi yang muda, ini malah menjadi partner bagi keburukan bersama. Kawan saya pun menuturkan bahwa harga yang di keluarkan untuk mendapatkan wanita tersebut bisa di bilang murah yaitu Rp 250.000,00 sudah termasuk fasilitas karokean dan minuman beralkohol. Tapi harga tersebut tidaklah memperkenankan pelanggan untuk menyelup sang PSK tetapi hanya sekedar ciuman, raba-raba dada, peluk-peluk tubuh dan berfoto mesra.

Ada sebuah rasa haru di dalam diri saya ketika mengetahui hal ini. Kabar dari perantauan yang mengatakan bahwa anak-anak Bandung itu pergaulannya bebas bukan hisapan jempol belaka. Di atas adalah salah satu contohnya, belum lagi beberapa (bisa dikatakan banyak) pengakuan kawan saya di SMA dulu yang menyatakan dengan penuh kesadaran bahwa dia telah melakukan hubungan badan, ciuman, memeluk dan hal-hal sejenis dengan pasangannya di kostan, rumah orang tua bahkan di mobil pribadi. Saya tahu bahwa bukan Kota Bandung saja yang seperti ini, masih banyak kota-kota lain di negeri ini yang pemudanya melakukan hal-hal serupa, haya saja Kota Bandung dengan kecantikan pemudi-pemudinya selalu menjadi sorotan media masa dan maniak film bokep di dunia maya maupun nyata.

Menyadari hal ini saya sebagai anak dari ibu bapak saya, dan anak dari Indonesia Yang Mulia ini, berharap kepada semua bapak ibu di tanah indonesia agar menjaga kami, anak-anak anda, secermat-cermatnya tanpa menghilangkan hak-hak kebebasan yang semestinya kami peroleh. Jagalah kami dengan pemahaman ilmu agama yang dalam, jagalah kami dengan suri tauladan dari bapak ibu sekalian, jagalah kami dengan menaruh perhatian terhadap teman-teman sepergaulan kami, jagalah kami dengan mencermati konsumsi informasi yang kami peroleh, dan jagalah kelancaran komunikasi antara ibu dan bapak dengan kami, tanpa menghalangi kebebasan kami dalam bergaul dan mengembangkan minat.

Saya yakin dengan penjagaan yang secermat-cermatnya dari ibu dan bapak maka akan tercetaklah benih-benih unggul yang nantinya akan berkembang menjadi tanaman-tanaman muda indonesia yang siap menyelimuti negeri ini dengan kemuliaan dan kesejahteraan. Semoga Kemuliaan Indonesia akan segera tumbuh di saat krisis seperti ini, maafkan saya ini bila banyak menggunakan kata-kata yang kurang pantas. Akhir pesan saya :

INDONESIA AKAN MULIA JIKA PEMUDANYA MULIA

Selasa, 16 Maret 2010

BUAT APA SEMANGAT IBADAH MENJELANG UJIAN


Ibu saya pernah berkata kepada adik saya, “ De, bulan Mei kamu akan menghadapi UN, lihat tuh temen kamu aja bangun jam 4 dini hari untuk shalat tahajud terus belajar, soalnya kakak nya sukses semua setelah melakukan itu.” Adik saya ini sekarang kelas 6 SD dan menurut berita yang ada akan menghadapi Ujian Nasional pada awal Mei 2010, tetapi yang saya amati selama ini adalah bahwa pelajaran yang ia pelajari disekolah hanyalah semata-mata untuk menghadapi ujian sekolah dan ujian sekolah. Yang ada adalah pembodohan manusia kecil dengan kefasihan mereka menghapal teks-teks matematika, IPS, IPA, Agama, PKN dan sebagainya. Seharusnya pelajaran ini diubah menjadi kata pendidikan, biarpun matematika sekalipun seharusnya kita sebut dan perlakukan sebagai pendidikan. Pendidikan itu mengubah pola pikir, cara hidup, dan kedewasaan seseorang dari mulai nol sampai tingkat tertentu. Dan menghapal hanya menjadikan manusia berfikir secara tekstual tanpa memberi kesempatan bagi otak untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan lain dan mengembangkan kreativitas. Jadi saya sangat menyayangkan jika motivasi awal para pelajar dewasa ini ketika menghadapai Ujian Nasional adalah ‘menghapal agar bisa menghadapi ujian’. Oleh karena itu, saya berharap agar semua pelajar di Indonesia mengubah motivasi awal nya dalam mengahadapi ujian sekolah dalam bentuk apapun menjadi : belajar agar paham guna memajukan pola pikir, meningkatkan cara hidup, dan mematangkan kedewasaan serta menambah wawasan.

Yang akan saya bahas lebih lanjut sebenarnya kata-kata ibu saya tersebut yang pada intinya mengajarkan kepada anaknya agar mendekatkan diri kepada Tuhan ketika akan menghadapi ujian. Memang secara fitrah manusia akan mendekatkan diri kepada Tuhan ketika ia akan menghadapi ujian. Saya jadi teringat masa SMA dahulu, begitu penuhnya mushala kami yang kecil dengan siswa kelas III yang akan menghadapi ujian. Hal ini berlaku musiman, hanya terjadi ketika menempuh kelas III dan ketika menginjak ke semester 2. Saya pun termasuk orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan secara musiman tersebut. Dengan semangat menggebu untuk mendapatkan PTN Favorit di kota bandung saya lakukan shalat Tahajud setiap malamnya, saya lakukan shalat Dhuha setiap paginya, bahkan saya lakukan puasa daud sebelum menghadapi ujian. Obsesi begitu amat tinggi dan tentu saja hal ini saya barengi dengan persiapan material seperti les di lembaga pendidikan terkenal di kota Bandung, mengikuti tambahan pelajaran di sekolah, dan berdiskusi pelajaran dengan teman. Tahukah anda apa yang terjadi ketika saya menghadapi SNMPTN , tidak ada satupun pilhan saya yang lolos dalam tes tersebut, yang ada hanyalah kekecewaan dan kemurkaan, lebih-lebih melihat mereka, yang dinilai secara subjektif oleh para siswa sebagai orang yang santai dalam mengahadapi SNMPTN tetapi berhasil lolos dalam pilihannya.

Setelah kejadian tersebut saya tinggalkan semua ibadah sunah yang pernah saya lakukan, tahajud itulah, dhuha itu lah dan puasa daud itulah, SAYA TINGGALKAN SEMUA. Ini bentuk kekecewaan saya dan perenungan bahwa toh mereka yang tidak beribadah seperi saya ini tetap saja dapat mendapatkan PTN Favorit impiannya. Saya lantas berfikir, apakah memang Tuhan tidak mendengarkan doa saya? Apakah Tuhan tidak bisa mendengar? Apakah Tuhan memang memiliki kuasa untuk menjadikan sesuatu?

Semua kemelut dan pertanyaan dalam otak saya yang telah jenuh dengan kegagalan akhirnya terjawab setelah saya diterima dan menjadi perantau di sebuah Perguruan Tinggi Kedinasan di Bali. Menjadi anak kostan dengan minimnya hiburan di dalamnya menajadikan saya menjadi intens untuk membuka pustaka-pustaka islami dan motivasi yang saya bawa dari Bandung dan yang paling terutama adalah Al-Quran.

Setelah saya membaca pusataka-pustaka tersebut dan menghubungkan dengan kegagalan saya selama ini, maka saya membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

PERTAMA, ada kesalahan dalam niat saya ketika melakukan ibadah –ibadah tersebut. Saya selama itu dan sebanyak melakukan ibadah itu ternyata telah membuat sebuah niat yang mungkin mencemburui Tuhan. Betapa tidak niat saya adalah mendapatkan kelulusan, bukan Ridha Tuhan Yang Maha Esa. Dalam buku yang telah saya baca entah halaman berapa dan buku apa, saya lupa, menyatakan bahwa dalam melakukan sebuah Ibadah hal yang terpenting adalah niat, dan niat yang terbaik adalah menggapai Ridha Tuhan. Saya telah mengabaikan hal ini dan ketika saya gagal, saya menjadi tidak ridha dengan kegagalan tersebut, bahkan saya semakin jauh dari Tuhan (dalam arti positif). Jadi pada intinya apabila kita menjadikan Ibadah (termasuk doa) kita selama ini dengan niatan awal menggapai kehidupan duniawi maka bersiaplah dikecewakan dunia, dan apabila kita menjadikan ibadah kita selama ini dengan niatan menggapai ridha Allah maka kita pun akan siap untuk ridha menerima hasil yang Tuhan berikan. Kesimpulan saya ini bukanlah sebuah hipotesa saja, karena sudah saya praktikan dalam kehidupan saya, dan Ibadah saya terasa menjadi lebih ringan, ikhlas dan tidak melekat kepada hal-hal keduniawian.

KEDUA, adalah kesalahan saya untuk tidak mempercayai bahwa Tuhan pasti memberikan yang terbaik pada umatnya. Saya tidak percaya ini dan kehidupan saya menjadi penuh kekecewaan setelah gagal menghadapi ujian. Saya berharap kepda pembaca agar percaya sajalah kepada hal ini, percayalah bukan hanya sekedar percaya, tetapi benar-benar percaya. Buktinya setelah ditolak oleh PTN Favorit saya diterima oleh PTK Favorit. Jika di PTN saya harus merogoh kocek jutaan rupiah untuk iuran semester, uang seragam, uang praktik dan uang-uang lain berkenaan dengan pendidikan. Di PTK saya hanya merogoh kocek untuk biaya hidup, semua hal-hal berkenaan tentang pendidikan di tanggung oleh negara. Ini merupaka pilihan terbaik yang diberikan oleh Tuhan dalam kehidupan saya, mengingat pada saat itu keluarga saya sedang mengalami krisis finansial. Begitu adilnya kan Tuhan, maka percaya sajalah.

KETIGA, saya tidak menyediakan waktu luang untuk melihat dan menikmati proses kehidupan ini. Begitu gigihnya saya dalam beribadah dan belajar sampai-sampai lupa untuk menjaga kesehatan saya, yang ada hati menjadi kacau beliau. Jasmani yang terganggu karena obsesi dalam melakukan Ibadah dan belajar telah menjadikan ada sebuah ketidak tenangan dalam hati saya. Hiburan yang terbengkalai membuat hati saya beku akan keindahan dunia ini dengan segala kemajuan dan perbedaanya. Saya jadi ingat kata-kata seorang guru zen, “ kehidupan akan di penuhi kebahagiaan jika kita meluangkan waktu kita untuk menikmati proses kehidupan serta menjaga keseimbangan kehidupan jasmani, kehidupan rohani dan kehidupan materi.”. Inilah kalimat yang telah mencerahkan saya dalam menjalani kehidupan ini.

KEEMPAT, saya belum memantaskan diri untuk mendapatkan doa yang saya panjatkan. Saya berdoa tetapi saya tidak belajar seperti mahasiswa PTN Favorit tersebut, saya tidak berpola pikir seperi mahasiswa PTN Favorit tersebut dan saya juga tidak sesemangat seperti mahasiswa PTN Favorit tersebut. Dan tentulah, apakah saya pantas berada di PTN Favorit tersebut?. Saya kerap kali menyalahkan Tuhan atas nasib yang saya terima. Dan saya tercerahkan bahwa Tuhan memberikan kita kebebasan seluas-luasnya untuk menentukan nasib kita sendiri asalkan kita memantaskan diri kita untuk nasib tersebut. Seperti aya Al-Quran :

“(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni'mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri , dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (AL-Anfal: 53)

Saya jadi teringat dengan kekasih (yang telah menjadi sumber inspiasi saya) yang berargumen tentang makna keajaiban. Dan saya simpulkan bahwa keajaiban akan Tuhan berikan kepada kita selaku hambanya khusus kepada kita yang telah memantaskan diri untuk mendapatkan keajaiban tersebut.

Itulah kesimpulan-kesimpulan yang telah saya paparkan. Pada akhirnya akhirnya saya sadar menjadi sesadar-sadarnya bagaimana cara menghadapi sebuah kegagalan dalam kehidupan ini. Tentu di atas adalah pemaparan tentang ujian sekolah tetapi saya yakin bahwa hal ini akan relevan untuk menghadapi semua ujian-ujian dalam kehidupan kita ini. saya sendiri bukanlah seorang Rohis yang dengan semangat keTuhanan dapat mengahapal ratusan ayat-ayat Al-Quran dan mengeluarkannya ketika membuat sebuah kajian, saya sendiri bukan seorang alim yang begitu semangatnya menjaga nilai-nilai kehidupan seperti yang sudah disuratkan AL-Quran dan Al-Hadist, saya juga bukan seorang yang berpendidikan tinggi dan berotak cerdas yang dengan mudahnya menggunaka kata-kata ‘mewah’ dalam membuat kajian. Karena saya adalah saya, dengan segala kelemahan dan kelebihan, yang hanya berusaha menghubungkan kehidupan yang lalu dengan isyarat-isyarat Tuhan, dan berharap agar menjadi manfaat bagi semua manusia di bumi ini.

Indahnya Alam Pulau Dewata

Indahnya Alam Pulau Dewata
pantai padang-padang yang tenang, akankah ketenangan ini dirusak oleh keburukan manusia, berlakulah baik pada alam kita